Begitu banyaknya kegiatan dan aktivitas 
kehidupan ini yang masih tergantung pada hujan atau panas.  Pengaruh 
hujan dan panas di bidang pertanian sangat dominan. Kita masih ingat 
begitu banyak dan luasnya lahan pertanian yang kering hingga gagal panen
 akibat tidak adanya hujan. Demikian pula banyak hasil panen yang tidak 
bisa dinikmati atau rusak dan harganya menjadi jatuh, karena tidak ada 
panas untuk menjemurnya.
 Meditasi
 akbar yang digelar di tanah lapang pada saat fullmoon, menjadi bubar 
berantakan, pesertanya berhamburan mencari tempat berteduh, karena 
tiba-tiba turun hujan. Demikian pula di tengah khusuknya menjalankan 
sholat Idul Fitri, terganggu pula karena tiba-tiba hujan deras. Pesta 
meriah di tempat terbuka menjadi kacau karena hujan lebat yang tiba-tiba
 turun seperti dicurahkan dari langit.
Meditasi
 akbar yang digelar di tanah lapang pada saat fullmoon, menjadi bubar 
berantakan, pesertanya berhamburan mencari tempat berteduh, karena 
tiba-tiba turun hujan. Demikian pula di tengah khusuknya menjalankan 
sholat Idul Fitri, terganggu pula karena tiba-tiba hujan deras. Pesta 
meriah di tempat terbuka menjadi kacau karena hujan lebat yang tiba-tiba
 turun seperti dicurahkan dari langit.
Adakah yang bisa dijadikan tumpuan 
kesalahan atas kegagalan pesta serta kerugian panen yang diderita para 
petani? Apakah ada yang dapat dijadikan kambing hitam? Misal, kebocoran 
ozon di atmosfir bumi atau pemanasan bumi karena penebangan hutan di 
Asia hingga menimbulkan efek rumah kaca, yang mengacaukan tata iklim dan
 cuaca kita saat ini. Atau panitia lupa menghubungi si Pawang Hujan, 
atau lupa menyediakan 75 payung, atau keliru melakukan analisa luasnya 
terpal dan layar panggung. Tentu menarik sekali untuk disimak!
Diperlukan sikap yang bijak
Kebutuhan untuk sesaat menunda turunnya 
hujan, sehingga terbit matahari dan reda hujannya, kadang sangat 
dibutuhkan dalam kehidupan yang penuh mekanisme dan aktivitas ini. 
Sebenarnya sudah cukup banyak dalam masyarakat tradisional dari beragam 
etnik dan suku di Nusantara, yang mempunyai teknik menunda atau 
menurunkan hujan. Banyak pula pawang hujan yang ada di desa-desa dan 
kota, yang mampu melakukan teknik penundaan hujan. Hanya saja tidak 
mudah untuk dipelajari atau sulit diwariskan kepada orang lain. 
Akibatnya daya linuwih itu sulit dikategorikan dalam kelompok ilmu 
pengetahuan.
Dalam pembahasan makalah ini, kita akan 
menggunakan energi prana untuk menunda atau menghentikan hujan. Dalam 
situasi yang gawat pada tingkat musim kemarau kering yang 
berkepanjangan, energi prana dapat kita manfaatkan untuk menurunkan 
hujan. Namun dengan catatan, hendaknya bukan untuk main-main atau 
egoisme semata-mata. Karena fenomena alam ini sangat diatur oleh Yang 
Maha Khalik, sehingga permainan hujan panas secara serampangan pasti 
akan menyebabkan sekelompok orang lain dirugikan. Oleh sebab itu 
penggunaannya harus sangat bijaksana dan peduli pada kepentingan orang 
lain.
Sebagai contoh, kita mencoba menunda 
hujan di suatu daerah kecil demi kepentingan proyek kita di situ untuk 
waktu beberapa saat dan alhasil hujan pun berhenti selama dua minggu. 
Padahal di daerah itu para petani sedang ramai-ramai menabur bibit 
palawija yang diprogram secara gotong royong. Maka kesedihan akan mereka
 alami, karena bibit tidak bisa tumbuh serempak dengan baik, atau mati 
kekeringan. Demikian sebaliknya kita menginginkan turun hujan sesaat 
hanya untuk kepentingan sesaat yang tidak begitu penting, maka orang 
lain yang sedang memanfaatkan musim panas akan sangat dirugikan, 
misalnya musim pra panen tembakau, musim membuat garam, dan bagi orang 
yang sedang mempunyai hajat, akan sangat disusahkan. Oleh sebab itu 
yakinkan agar lingkungan sekitar Anda tidak dirugikan. Mungkin kita bisa
 mengelak dengan argumen, bila permohonan hujan atau panas berhasil, 
berarti Yang Maha Khalik Semesta Alam merestui. Namun sangat kasihan 
orang tidak memahami teknik ini, yang terkena dampaknya.
Dalam pembahasan berikut ini, akan kami 
paparkan cara menunda atau mengalihkan hujan ke tempat lain yang lebih 
memerlukan, dengan teknik tradisional sederhana yang hasilnya cukup 
memuaskan, lengkap dengan analisanya. Selanjutnya kita akan bahas teknik
 mengalihkan atau menunda hujan, dan juga sebaliknya untuk menarik hujan
 dengan pendekatan Konsep dan Teknik Penggunaan Energi Prana.
Menunda Hujan Metode Tradisional Sederhana
yang di gunakan untuk menolak atau lebih 
tepat menunda dan mengalihkan hujan model tradisional, kadang sangat 
menggelikan. Namun kenyataannya berpeluang 75% sukses. Katakanlah 4 kali
 melakukan, 3 kali akan berhasil. Biasanya di gunakan apabila seseorang 
sedang mempunyai hajat besar, dan takut terganggu oleh hujan. Cara yang 
di gunakan sangat banyak ragamnya dan bersifat kedaerahan. Dari budaya 
Jawa, ada beberapa yang populer yakni, dengan:
- Melemparkan celana dalam calon mempelai ke atas genting.
 
- Mendirikan sapu lidi dengan ditusuk cabai merah dan bawang merah.
 
- Mendirikan sapu lidi dengan rapalan dan doa secara kejawen.
Tidak tertutup kemungkinan penggunaan 
daya linuwih untuk menolak atau menyingkirkan hujan, misal dengan puasa 
dan matiraga serta bentuk keprihatinan lain seperti istiqotsah. Namun 
sehubungan dengan bahasan penggunaan Energi Prana, maka hanya cara 
tradisional sederhana saja yang kami sampaikan, sebagai pembanding dan 
pendamping.
Cara tradisional 1; 
Dengan melemparkan celana dalam calon 
mempelai wanita oleh mempelai wanita itu sendiri. Ini di maksudkan untuk
 menunjukkan keprihatinan dan harapan pada Sang Khalik Semesta Alam, 
akan kepolosan dan kepasrahan bahwa hanya Yuhan yang akan mengabulkan 
harapan agar tidak hujan, pada saat pesta perkawinannya. Dengan dilempar
 ke atas genting, diharapkan air membalik ke atas dan tidak jadi turun. 
Sama hakikatnya seperti kepercayaan bahwa gigi bawah yang putus, harus 
selalu tumbuh ke atas, maka dilempar mengarah ke atas yakni ke genting, 
sedang gigi atas yang lepas ditanam atau dibuang ke bawah, agar cepat 
tumbuh mengarah lurus ke bawah.
Cara tradisional 2; 
Yaitu penancapan lombok dan cabai merah 
pada ujung sapu lidi “gerang” ( sapu lidi tua yang sudah aus terpakai) 
yang didirikan terbalik. Penggunaan ini tanpa harus berdoa maupun 
membacakan rapal atau kata-kata sakti. Bila ditanyakan pada sebagian 
besar orang yang melakukan, maka jawabnya singkat saja, yakni biar pedas
 dan panas sehingga tidak jadi turun hujan. Ditinjau secara konsep 
Prana, maka lidi yang diberi bawang merah dan cabai merah banyak 
mengadung Prana Merah, yang bersifat hangat, memperluas, memperlebar 
mendung hitam tebal menjadi tipis karena diperlebar dan bersifat 
konstruktif. Dengan demikian mendung yang menggelantung, jadi pudar dan 
gagal turun menjadi hujan. Suasana jadi konstruktif dan melegakan. 
Hakikatnya sama dengan cara mengusir tamu yang sangat membosankan dan 
tidak kunjung pulang. Hal ini banyak dilakukan gadis-gadis Jawa yang 
dikunjungi oleh para jejaka di malam minggu yang tidak disukai namun 
tidak berani mengusirnya, atau bila sudah terlalu malam dan 
berkecenderungan tidak segera pulang.
 Dengan cara menggunakan “munthu”
 atau batu pelumat, uleg sambal pada cobek dan mengacungkannya serta 
memperagakan seperti menggilas lombok dan bawang merah, memutar kekiri, 
dari bilik atau ruangan lain dan mengarah ke sang tamu yang bandel. 
Dalam waktu 5 sampai 7 menit tamu tak dikehendaki itu akan segera 
permisi pulang. Tentu yang menjadi pertanyaan mengapa tidak mengacungkan
 dan memutar senduk es atau senduk sayur saja. Mungkin Anda bisa 
menjawabnya?
Dengan cara menggunakan “munthu”
 atau batu pelumat, uleg sambal pada cobek dan mengacungkannya serta 
memperagakan seperti menggilas lombok dan bawang merah, memutar kekiri, 
dari bilik atau ruangan lain dan mengarah ke sang tamu yang bandel. 
Dalam waktu 5 sampai 7 menit tamu tak dikehendaki itu akan segera 
permisi pulang. Tentu yang menjadi pertanyaan mengapa tidak mengacungkan
 dan memutar senduk es atau senduk sayur saja. Mungkin Anda bisa 
menjawabnya?
Cara tradisional 3; 
Yakni dengan menggunakan sapu lidi yang 
didirikan terbalik, namun sapunya dibuka selebar-lebarnya. Bila perlu 
diikatkan pada tonggak, sehingga tidak jatuh. Bila jatuh maka hujan 
tidak akan turun. Setelah sapu dipasang terbalik menghadap ke langit, 
sambil ikatan sapu dipegang erat-erat dengan tangan kanan, sambil 
mengucapkan doa dengan mantap sebagai berikut:
“Niat ingsun ora ngedekake sapu biasa, nanging sapu jagad kanggo ngresiki mendhung, udan lan angin saka daerah …. dibuang menyang …., sawetara suwene wektu 3 jam, saking kersaning Allah ingkang murbeng jagad.”
[“ Niat saya tidak mendirikan sapu biasa, tetapi sapu jagad yang berguna untuk menyapu semua mendung dan hujan di atas…. (nama daerah, kota, kecamatan yang ditolak hujannya) untuk jangka waktu .… jam, dipindahkan ke daerah … yang membutuhkan hujan. Ini semua terjadi, karena berkat Allah”].
Cara yang ketiga ini banyak kami gunakan,
 sebelum mengenal energi Prana. Yang kami warisi dari ibu yang berasal 
dari keluarga petani. Apabila sedang menjemur padi seusai panen, atau 
bila mempunyai hajat atau sedang melakukan kegiatan luar ruang dan 
khawatir terganggu oleh hujan yang turun, padahal mendung sudah gelap 
dan datang berarak-arakan. Peluang keberhasilannya sangat besar, yakni 
mendekati 95 % ( dari 20 kali melakukan, hanya 1 kali gagal). Yang 
terpenting, sapu tetap mengarah ke atas, dan lidi-lidinya membuka lebar 
mengarah ke segenap penjuru mata angin serta tidak jatuh. Bagi para 
pemula, tingkat keberhasilannya dimulai dari 50%, dan apabila Anda 
sering melakukannya di musim hujan, maka seakan-akan Anda sudah dikenal 
oleh semesta alam atau Sang Khalik si empunya fenomena alam sebagai 
pelanggan tetap, yang layak untuk dilayani permohonannya.
Namun saat ini teknik dan tata cara-cara tradisional telah dapat diganti dengan penggunaan energi atau tenaga prana, yang lebih praktis tanpa harus menyiapkan sapu lidi ataupun cabai dan bawang merah. Sebelum memastikan Tekniknya, kami coba mengungkapkan Konsep, dengan cara pendekatan Ilmu dan Seni Tenaga Prana lebih dulu, sehingga mudah memahaminya.
Namun saat ini teknik dan tata cara-cara tradisional telah dapat diganti dengan penggunaan energi atau tenaga prana, yang lebih praktis tanpa harus menyiapkan sapu lidi ataupun cabai dan bawang merah. Sebelum memastikan Tekniknya, kami coba mengungkapkan Konsep, dengan cara pendekatan Ilmu dan Seni Tenaga Prana lebih dulu, sehingga mudah memahaminya.
MENUNDA HUJAN ATAU MENURUNKAN HUJAN DENGAN ENERGI PRANA
 Energi
 Prana merupakan berkah dan rasa cinta Tuhan Yang Maha Khalik Semesta 
Alam, kepada kehidupan semua makhluk di alam raya, khususnya manusia. 
Energi Prana merupakan energi yang berkaitan erat dengan lingkungan 
hidup, dan berlimpah tersedia di mana-mana. Tuhan memberikan energi 
dalam sumber yang beraneka ragamnya. Ada yang berasal dari matahari atau
 prana matahari; demikian pula energi prana yang terkandung di udara 
atau yang disebut dengan butir-butir vitalitas udara. Juga Prana yang 
berasal dari bumi atau butir-butir vitalitas bumi. Selain itu, masih ada
 pula sumber-sumber energi prana yang bersifat tidak permanen, namun 
masih bisa memberikan dayanya, akibat dari sangat kuat dan banyaknya 
menyerap prana matahari, udara dan bumi. Sebagai contoh pohon yang tua, 
sehat dan besar, kemudian air yang mengalir, makanan, sayur-sayuran dan 
buah-buahan yang segar. Juga tempat-tempat tertentu di mana banyak orang
 berdoa atau berhubungan dengan Sang Pencipta. Demikian pula 
tempat-tempat yang terbentuk oleh alam seperti gunung, lembah dan hutan 
rekreasi yang subur, sangat terasakan besar energi prananya. Namun 
sebaliknya terdapat pula tempat-tempat yang kurang baik atau sangat 
sedikit energi Prananya, bahkan banyak energi kotor yang mudah 
mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, sebagai contoh: rumah sakit, 
pabrik yang penuh polusi, kamar jenasah, kuburan, tempat di atas 
septiktank dan lainnya.
Energi
 Prana merupakan berkah dan rasa cinta Tuhan Yang Maha Khalik Semesta 
Alam, kepada kehidupan semua makhluk di alam raya, khususnya manusia. 
Energi Prana merupakan energi yang berkaitan erat dengan lingkungan 
hidup, dan berlimpah tersedia di mana-mana. Tuhan memberikan energi 
dalam sumber yang beraneka ragamnya. Ada yang berasal dari matahari atau
 prana matahari; demikian pula energi prana yang terkandung di udara 
atau yang disebut dengan butir-butir vitalitas udara. Juga Prana yang 
berasal dari bumi atau butir-butir vitalitas bumi. Selain itu, masih ada
 pula sumber-sumber energi prana yang bersifat tidak permanen, namun 
masih bisa memberikan dayanya, akibat dari sangat kuat dan banyaknya 
menyerap prana matahari, udara dan bumi. Sebagai contoh pohon yang tua, 
sehat dan besar, kemudian air yang mengalir, makanan, sayur-sayuran dan 
buah-buahan yang segar. Juga tempat-tempat tertentu di mana banyak orang
 berdoa atau berhubungan dengan Sang Pencipta. Demikian pula 
tempat-tempat yang terbentuk oleh alam seperti gunung, lembah dan hutan 
rekreasi yang subur, sangat terasakan besar energi prananya. Namun 
sebaliknya terdapat pula tempat-tempat yang kurang baik atau sangat 
sedikit energi Prananya, bahkan banyak energi kotor yang mudah 
mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, sebagai contoh: rumah sakit, 
pabrik yang penuh polusi, kamar jenasah, kuburan, tempat di atas 
septiktank dan lainnya.
Dilihat dari waktunya, maka Prana akan 
terpancar banyak sekali dan berlimpah pada siang hari, sebaliknya habis 
tengah malam antara jam jam 02.00, 03.00 sampai jam 04.00, energi prana 
udara sangat rendah, sehingga orang sulit sekali untuk bangun. Mereka 
memperebutkan prana yang sangat tipis pada jam-jam itu dengan 
menggunakan pernapasan perut yang panjang, sama seperti kita kalau 
bernafas menghisap energi prana. Setelah jam 05.00, mereka bangun 
bersyukur kepada Tuhan dengan doa pagi atau subuh karena telah berhasil 
tetap hidup. Mereka semua mendapat energi vital dan siap melanjutkan 
kehidupan hari baru yang penuh energi vital bumi, udara dan prana 
matahari di siang hari.
Apabila mendung gelap, atau musim hujan yang berkepanjangan, dapat dipastikan merupakan hari-hari yang sangat sedikit energi Prananya. Hujan yang terus-terusan, mendung dan banjir tentu banyak orang kekurangan energi Prana lalu mudah sakit. Bisa kita rasakan langit dan udara yang biasa cerah sedang menderita dan prihatin, cahaya matahari ditutup awan-awan gelap yang menggelantung. Prana udara kacau terkontaminasi uap air, hingga kelembaban udara tinggi, prana bumi tergenangi air. Fenomena alam ini tentu mengusik kita sebagai Pranawan untuk meresponnya.
Apabila mendung gelap, atau musim hujan yang berkepanjangan, dapat dipastikan merupakan hari-hari yang sangat sedikit energi Prananya. Hujan yang terus-terusan, mendung dan banjir tentu banyak orang kekurangan energi Prana lalu mudah sakit. Bisa kita rasakan langit dan udara yang biasa cerah sedang menderita dan prihatin, cahaya matahari ditutup awan-awan gelap yang menggelantung. Prana udara kacau terkontaminasi uap air, hingga kelembaban udara tinggi, prana bumi tergenangi air. Fenomena alam ini tentu mengusik kita sebagai Pranawan untuk meresponnya.
Konsep Pengetahuan Prana untuk Fenomena Hujan 
Beberapa konsep yang telah 
dipertimbangkan, sehingga dapat ditemukannya teknik penggunaan energi 
Prana untuk mengalihkan, menunda, menghentikan atau bahkan menurunkan 
hujan, sesuai dengan kebutuhan, adalah sebagai berikut:
- Yang memiliki fenomena alam berupa angin, hujan atau panas dan gempa bumi adalah Yang Maha Pencipta Semesta Alam .
- Prana berwarna mempunyai kegunaan sendiri-sendiri, sehingga dalam teknik aplikasinya, jenis warna harus tidak boleh keliru.
- Bahwa langit yang mendung dan hujan yang terus-menerus, menyebabkan prana di udara sangat berkurang sekali
- Energi Prana mengikuti pikiran, sehingga bisa diarahkan dan diprogram sesuai keinginan dan kebutuhan dengan perkenan-Nya
- Untuk menunda atau mengalihkan hujan dan menurunkan hujan, energi Prana memerlukan satuan waktu yang cukup dan kumulatif
- Prana merupakan Ilmu Pengetahuan dan Seni, sehingga dalam penerapannya perlu memadukan kedua aspek tersebut.
- Peraturan emas tetap berlaku, walaupun sifatnya sangat sederhana.
Berdasarkan konsep tersebut, maka 
yang paling utama dan pertama kali adalah bagaimana agar dalam melakukan
 praktik ini harus selalu kepada si Empunya Alam Semesta. Kemudian 
mempertimbangkan dan meneliti apakah ada pihak-pihak yang dirugikan 
seandainya harus turun hujan atau panas, karena peraturan emas tetap 
berlaku.
Programkan kapan harus berhenti dan kapan
 harus turun hujan dengan mempertimbangkan bahwa untuk dapat berhenti 
dari hujan umumnya lebih cepat. Untuk program segera turun hujan pada 
musim kemarau atau pada cuaca yang cerah, membutuhkan durasi waktu untuk
 mengumpulkan kelembaban yang cukup. Namun pengalaman kami, kadang pada 
cuaca yang cerah dapat segera hujan turun dengan deras sesuai program 
kita. Dalam kaitan itu tidak lagi melalui pendekatan ilmu dan teknik 
saja, melainkan pendekatan seni perlu dilakukan juga.
Pendekatan seni yang kami maksudkan, 
adalah keyakinan kita akan kemanjuran aplikasi menolak, atau menunda dan
 menurunkan hujan ini. Keragu-raguan merupakan penghambatan program 
pula, karena energi mengikuti pikiran. Pendekatan seni lain adalah 
visualisasi dan kapan harus berhenti memberi energi .
Teknik Terapan dengan Tenaga Prana
Setelah mengerti dan memahami konsep 
tenaga Prana yang digunakan untuk menunda, mengalihkan ataupun menarik 
turun hujan, maka barulah kita dapat menggunakan teknik dan memilih 
energi Prana mana yang paling cocok untuk menanggapi fenomena hujan dan 
cuaca panas itu.
Penggunaan teknik ini, mengambil metoda 
dan konsep Penggunaan Tenaga Prana tingkat Lanjut, yang telah dirancang 
oleh Master Choa Kok Sui yang kita cintai dan telah kita rasakan 
manfaatnya.
TEKNIK MENUNDA ATAU MEMINDAHKAN HUJAN
TEKNIK MENDATANGKAN HUJAN
Namun bukan berarti teknik tingkat dasar 
yang masih menggunakan Prana Putih, tidak layak digunakan. Hanya saja 
demi efektivitas. Kemampuan tingkat visualisasi dan kemampuan 
kontemplasi mempergunakan prana warna pada pranawan tingkat dasar belum 
sepenuhnya diajarkan.
Penutup
Dengan menerapkan teknik mengalihkan atau
 menunda hujan atau sebaliknya menarik turun hujan pada tempat yang 
memerlukan, maka sebenarnya kita telah merasakan berkat Tuhan Semesta 
Alam.
Bukan pada tempatnya untuk memamerkan Ilmu dan Seni menolak dan menurunkan hujan dengan tenaga Prana semata-mata untuk bermain-main. Hal itu sama saja dengan mempermainkan Khalik Semesta Alam. Oleh sebab itu hanya Anda yang bijak saja yang akan merasakan manfaat ini.
Bukan pada tempatnya untuk memamerkan Ilmu dan Seni menolak dan menurunkan hujan dengan tenaga Prana semata-mata untuk bermain-main. Hal itu sama saja dengan mempermainkan Khalik Semesta Alam. Oleh sebab itu hanya Anda yang bijak saja yang akan merasakan manfaat ini.
Makalah yang sangat menarik ini telah 
dimuat di MediaPrana no. 7, September 1999. Dan sudah ditampilkan dalam 
Konvensi Penyembuh Prana Nasional I di Jakarta tahun 2000, Konvensi 
Penyembuh Prana Dunia di Bali tahun 2002, Sarasehan Penyembuh Prana 
Nasional di Salatiga tahun 2006, dan sekarang sekali lagi dimuat dengan 
lebih lengkap blog ini. Bagi yang sudah berhasil melakukannya dengan 
sukses, silahkan mengirimkan kisah keberhasilannya ke redaksi 
MediaPrana.
Semoga bermanfaat dan salam Prana!
Semoga bermanfaat dan salam Prana!
Sumber : Agus dan berbagai sumber 






 
 
 
 
 
 
0 komentar