“Rul, ini foto kamu ta?, Kamu guru toh”., katanya sambil menunjuk salah satu fotoku yang terpajang berjajar bersama guru-guru yang lain di sebuah kalender sekolahku. Aku hanya tersenyum dengan lontaran kata-katanya yang seolah mengejekku, namun aku bisa memakluminya karena dia sahabatku yang tahu masa laluku. “Hehehe iya, kenapa”. “Weh mosok rek preman iso dadi guru” sambungnya, yang aku balas dengan gelegar tawa. “Muridmu opo mbok ajari tukaran ngantemi uwong ta”. Selorohnya semakin seruh dan aku hanya tertawa melihat gelagatnya maklum temanku ini udah lama enggak pernah ketemu. “Lah Pipe toh ble, mosok kate mreman terus, masio awakmu yo leren lah soboh embong” kataku meninpali gunjungannya. Sambil terus tertawa kemudian temanku itu lalu kembali duduk di tempatnya dan kini wajahnya mulai nampak serius.
“Rul, kalau inget waktu kecil sepertinya kita tidak akan seperti ini ya, Allah sangat berkuasa akan segala hal, dan kita ini adalah bukti ketidakberdayaan kita akan kekuasaan Tuhan”. Aku yang dulu temanmu parkir sepeda di pasar kini aku udah banyak karyawan di kalimantan, dan kamu yang dulu selain tukang parkir di pasar, tukang buang sampah, lalu menjadi tukang bakso ternyata sekarang jadi guru, rahasia Tuhan sungguh sangat nyata ya...” katanya dengan nada serius sambari sambil menatap langit-langit sembari mengingat masa lalu. Lalu dia bercerita tentang pengalamannya merantau ke kalimantan yang berbekal uang sejalan dan bekerja keras hingga dia sukses.
“seh rul sekarang kamu cerita gambarkan tentang kamu sekarang, gimana sih kamu saat jadi guru aku penasaran”. Aku terdiam”Wah gak enak aku ble, aku belum sesukses kamu, aku masih belum bisa membanggakan pekerjaanku ini apalagi sama kamu”. “Wah kok awakmu dadi cemen ngeneh seh, g koyok biyen, sukses iku duduk pekerjaane bos, tapi tentreme ati opo maneng cita-cita tercapai iku jenenge sukses, awakmu kan mulai cilik pancen pingin dadi guru seh kok sak iki malah ngersulo rezeki iku kan duduk teko penggawean tapi teko dalan seng macem-macem, wah awakmu iku ngregetne ae”. Kata temanku dengan logat jawanya yang kasar. Dengan komentarnya yang spontanitas itu aku menjadi tertunduk ternyata temanku ini bukanlah temanku yang aku kenal 20 tahun yang lalu. Dia kini tampak dewasa dan berwibawa. Sejenak aku menarik panjang nafasku dan lalu aku pun bercerita tentang pengalamanku menjadi guru.
Beginilah saya menggambarkan diri saya sebagai seorang guru, saya tegas tetapi fleksibel, lebih memilih humor dari pada ancaman, tidak ada tolerir terhadap prilaku kasar atau tidak sopan, bergairah pada pekerjaan saya dan yang pasti mau bertegur sapa dengan murid-murid dijalan. Butuh waktu untuk menyempurnakan karakter saya agar tegas, humoris dan konselor, dan saya banyak membuat perubahan. Seiring berjalannya waktu, di tahun pertama mengajar, saya berusaha terlalu keras untuk menjadi guru yang keren, dan ini menimbulkan masalah-masalah kedisiplinan. Saya sering kali bergurau dengan murid supaya mereka menyukai saya dan berharap mereka menjadi sahabat, yang tidak disadari pada saati itu adalah bahwa mereka tidak membutuhkan teman-teman lagi. Mereka telah memiliki banyak teman yang menawarkan kepada mereka rokok dan menjiplak tugas-tugas sekolah, teman-teman yang berpendapat bawah punk dan rock itu keren, Topi miring dan Anggur adalah minuman yang enak. Mereka tak butuh teman lagi yang mereka butuhkan mereka ternyata adalah saya sebagai guru, orang dewasa yang menerima tanggung jawab saya sebagai pembimbing mereka dan seorang pemimpin yang terkadang harus menjadi orang malang untuk menolong mereka. Di tahun kedua saya mengajar seorang guru senior berkata “Jangan tersenyum dan bercanda dengan siswa” dan sejak saat itu saya menjadi polisi kelas yang dapat menatap siswa saya sampai tewas. Namun saya tidak bisa melakukannya. Saya seorang pria yang penuh senyum, sehingga pesan saya tidak konsisten. Murid-murid saya merespon dengan kenakalan selama kurun waktu itu dan saya sangat tersiksa. Akirnya saya merenung dan mencari tahu apa kekuatan-kekuatan terbaik dan kelemahan-kelemahan saya. Lalu saya berusaha mengombinasikan tiga aset terkuat saya dan menghasilkan suatu kombinasi yang berhasil menurut saya. Saat ini saya berusaha menerapkan peraturan penting yang tidak dapat dipatahkan dalam situasi apapun yaitu saya mengambil waktu untuk mengenal setiap murid secara pribadi, dan saya menggunakan humor kapanpun jika memungkinkan untuk mendapatkan tujuan saya tanpa membuat murid saya kehilangan muka.”
“Wes stop ble....wah g nyambung aku, sip mugo mugo sukses” kata temanku sambil tertawa...
Kita hidup dijaman yang sama namun kita berbeda dalam hal lain, namun bagaimanapun juga hidup ini harus tetap dilalui dengan cara kita cara indah yang terus indah untuk semua.
Wah jadi teringat masa lalu... kemudian temanku bangkit dari tempatnya duduk dan berpamitan. Saat bersalaman dia menepuk pundakku. Pak guru, kamu Guru...., kamu sekarang guru. Dan jadi lah guru” lalu dia mengacungkan jempol dan berpamitan pulang
Aku terdiam melihatnya hilang ditelan belokan, masih bergema kalimatnya yang seolah memotivasiku. Guru...., guru itu ....guru. semoga aku bisa menjadi guru itu. J

Kebersihan Sebagian Dari Iman, pepatah ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita, suasana yang bersih itu memang sangat menyenangkan dan juga indah tapi menjaga kebersihan ternyata tidaklah mudah untuk dilakukan. Untuk menciptakan “kebersihan” memerlukan keseriusan dan kekompakan serta dukungan dari lingkungan sekirtarnya. Ternyata, lingkungan banyak sekali pengaruhnya dalam upaya menjaga “kebersihan”. Sebagai contoh kecil saja kebersihan dikelas, misalnya salah satu siswa sudah terbiasa menjaga kebersihan dilingkungan rumahnya tapi ketika disekolah belum tentu ia bisa menciptakan kebersihan dikelasnya, ini disebabkan tidak adanya komitmen dan kekompakan dari seluruh siswa dikelas, bisa dibayangkan satu siswa rajin mebersikan lingkungan kelasnya tapi beberapa siswa lainnya malah sebaliknya, bisa jadi lama kelamaan siswa yang terbiasa menjaga kebersihan ini akan bosan bekerja sendiri dan akhirnya bergabung dengan teman-teman lainnya berbuat hal yang sama. Akhirnya petugas kebersihanlah yang jadi repot. “Ah..itukan wajar petugas kebersihan memang pekerjaannya untuk bersih-bersih sedangkan siswa untuk belajar”. Pernyataan ini tidak salah namun ada banyak keuntungan dengan membiasakan siswa menjaga kebersihan dilingkungan kelasnya, siswa akan sedikit-demi sedikit tertanam jiwa kedisiplinannya minimal dari tingkat yang paling mudah. Ternyata masalah mejaga kebersihan ini juga berat sekali di lakukan, sulitnya menjaga “kebersihan”, bukan hanya terjadi dilingkungan siswa sekolah, pegawai sampai dengan pejabatpun sulit sekali untuk mempertahankan kebiasaan menjaga “kebersihan”. hal ini pesoalannya hampir persis dengan contoh kejadian siswa dikelas tadi. Mereka tidak bisa “Bersih” sendiri karena lingkungannya selalu mendorong untuk berbuat kotor. Ada fenomena yang tidak asing kita dengar dan kita lihat, bayak para mahasiswa berdemonstrasi menuntut agar korupsi dihapus dan menghukum para koruptor-koruptornya seberat mungkin, tapi anehnya para koruptor yang mereka demo ini adalah juga mantan-mantan mahasiswa yang dulunya juga aktif berdemo meminta hal yang sama, kenapa demikian?.opini menjawab ah..itu sih biasa di negeri ini, mereka berteriak karena mereka tidak memiliki peluang untuk berbuat hal yang sama, dan apabila mereka (yang berdemo) berada pada posisi yang banyak peluang untuk korupsi atau bertindak “kotor” maka berat sekali untuk mejaga diri agar tetap “bersih” atau tidak korupsi. Berat memang menjaga “kebersihan” bila Iman kita tidaklah kekar, dan tidak salah memang slogan “Kebersihan Adalah Sebagian Dari Iman”. Sebab hanya dengan iman yang kuatlah maka kita bisa hidup “bersih”. Memerlukan perjuangan yang keras juga kekompakan yang solid untuk bisa menciptakan lingkungan yang “bersih” dan menjaganya agar senantiasa “bersih”. Dengan lingkungan yang “bersih” kita akan bisa merasakan keindahan yang sebenarnya. “Mulailah Dari Dirimu Sendiri”.
Beberapa waktu yang lalu ketika bulan puasa ramadhan, saya mendapat kiriman pesan dari salah satu siswa yang meminta saya untuk mengklik link yang terhubung pada semua blog. Karena kwatir koneksi internet lambat saat membuka-buka link maka saya bertanya kepada siswa tersebut apa isi link blog tersebut dan kenapa dikirimkan ke pesan saya. dengan sedikit emosi dia menjelaskan bahwa saya wajib membacanya karena pada blog itu terdapat banyak tulisan yang begitu menyudutkan dan memperolok-olok bangsa kita Indonesia yang ditulis oleh orang Malaysia. karena saat itu adalah saat-saat yang menegangakan diatara kedua pihak sehingga wajar saja siswa saya begitu emosional dan jiwa patriotismenya berkobar-kobar. Melihat penjelasannya saya menjadi tidak berani membuka blog tersebut, hal ini karena khawatir saja saya juga terpofokatif danmenjadi emosional padahal bulan itu kan bulan puasa...., seperti kita ketahui bersama pada saat menjalankan puasa kita dilarang emosi alias marah. jadi aku simpas saja alamat link blog kiriman siswaku itu dengan tujuan akan saya buka selepas bulan puasa atau setelah lebaran.
"GITU AJA KOK REPOT..!"
Disebuah kelas
“Pengumuman apa tuh, Pak?” Sapa siswaku sambil menunjuk lembaran tertempel di kaca jendela tepat saat batang hidungku memasuki kelas.
“Biasa, info terbit majalah Keris Sena,” jawabku ringan. “Bulan ini, kan ada Valentine Day’s. Itulah tema dalam edisi bulan ini. Ayo, kirim karyamu ke kotak redaksi!” tambahku. Aku katakatan itu dengan ‘Semangat 45’, siapa tahu antusiasmeku menular dan Keris Sena semakin semarak.
“Ngapain kita rayakan Valentine Day’s? Kagak ade kerjaan ape? Itu budaya orang bule! Tidak ada manfaatnya bagi kita! Juga tak diajarkan agama kita,” timpalnya disambut sorakan kawan-kawan lainnya. Ada yang mendukungnya. Juga ada yang menolaknya.
Respon yang beragam itu membuatku terdiam sesaat sambil senyam-senyum. “Pro-kontra” para siswa itu membuatku girang, karena ini bukti mereka mencintai Keris Sena dan memang merekalah pemiliknya.
Kuhentikan kegaduhan di kelas saat itu dengan sedikit penjelasan: Valentine adalah nama seorang lelaki yang tinggal di bla bla bla (selengkapnya baca di blog Keris sena di www.kerissena.blogspot.com). Singkatnya, menurut hemat saya, Budaya Barat “kering” dari budaya kasih-sayang. Terbukti, sejak awal abad Masehi mereka melakukan ekspansi alias menjajah dunia Timur, termasuk Indonesia. Mereka merampas hasil bumi Negara lain untuk kekayaan mereka sendiri dan memperbudak bangsa lain untuk dipekerjakan di ladang-ladang mereka. Nah, seiring perjalanan peradaban, budaya Barat dituntut untuk “menyesuaikan diri”, karena itulah mereka ciptakan Valentine Day’s, Thank’s Giving, Hari Ibu, dan sebagainya.
Berbeda dengan budaya Islam: saya sebut, “Every Day is Love, Every Human Can be Lovers”
Apapun itu, kita sebagai orang Timur, baik muslim Kristen, Hindu maupun Budha, harus mengambil sisi positifnya. Mengingat Valentine Day’s sudah membudaya (meski ditolak rame-rame), maka kita harus mampu menciptakan sisi positifnya.
Barat mengenal 14 Februari sebagai momen pengakuan kasih sayang, 22 Desember sebagai Hari Ibu. Bukan berarti selain tanggal tersebut tidak ada Kasih Sayang atau tidak ada Ibu.
Sisi positifnya: Valentine Day’s memberi tahu kita bahwa sebenarnya sejarah bangsa kita lebih beradab jika dibanding Barat.
Setiap tahunnya menjadi kesempatan bagi pedagang untuk memperoleh keuntungan berlipat. Permintaan coklat meningkat signifikan pada hari itu, begitu juga bisnis pariwisata, serta para penjual pernak-pernik atau perhiasan meraup rezeki yang lumayan besar dibanding hari-hari biasa. Ekonomi pasar jadi bergerak. Bukankah hal ini positif, coy!
Dampak negatifnya? Hal ini, sih, kita semua telah tahu! Banyak generasi muda kita menjadi amoral dan melupakan budaya ke-Timur-an. Bertameng Valentine Day’s, mereka hura-hura dan berprilaku tidak senonoh, mengumbar nafsu dengan menerjang-menentang ajaran agama utamanya Islam.
Itulah kenyataan yang kita alami bersama. Apapun alasannya, kita tidak bisa “tutup mata” dan “tutup telinga”. Saya hanya berusaha menyampaikan apa adanya. Segala sesuatu itu bergantung dari niat dan pelaksanaannya. 14 Februari bisa menjadi momen yang baik dan berdampak baik juga. Sebaliknya, jika kita sejak awal berniat buruk dan melakukan keburukan, maka hari apapun akan menjadi keburukan, nauzubillahi mindzalik.
Selama kita masih memegang teguh ajaran agama, mencoba selalu menambah pengetahuan dan ilmu, juga menerapkannya secara positif, tentu segala hasilnya adalah kemajuan yang memperkuat kepribadian kita ke arah yang lebih baik.
Harapan saya, apapun pendapat kita tentang Valentine Day’s, jadikanlah hari yang terlanjur membudaya ini sebagai momen terbaik untuk menjadi manusia sutuhnya: berakal, berperasaan dan beriman. Selebihnya terserah anda.
Catatan ini adalah jawaban kegundahan hati saya beberapa hari yang lalu di dalam sebuah kelas di SMP 6 Jember. Maaf bila tidak berkenan.