“Maafkan Tania”
“Kesal banget…, udah capek eh pulang-pulang di omelin” gerutuku sambil melempar tas ke tempat tidur. Namun bukannya diam, suara mama semakin kencang mendengar celotehku. Maka terjadilah pertengkaran hebat.
“Brak” aku tutup pintu kamarku, ku putar suara musik dengan keras…aku bosan dengan keadaan yang setiap hari seperti ini.
Esok hari disekolah.
“Usiaku sudah 16 tahun aku sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk tapi kenapa mama selalu mengatur aku, katanya bajuku gak sopan lah, penampilanku terlalu seksi lah, ramput lebih baik hitam dari pada di cat lah…pokoknya ngatur terus” gumamku pada Indah sahabatku. “Orang tua emang gitu Tan..ia khawatir pada anaknya, apa lagi kamu kan cewek” balas Indah. “Khawatirnya itu yang kelewatan, sekarang ini kan jamannya udah maju gak sama seperti jaman mama dulu, kuno banget” omelku dengan nada sewot. “udahlah Tania, kamu jangan begitu sama mamamu, bagaimanapun beliau adalah orang tua kandung kamu” bisik Indah berusaha meredakan emosiku.
Sesampai di rumah
“Tania jam empat kok baru pulang, biasanya kan pulang sekolah jam setengah dua, kamu dari mana saja…?” tanya mama ketika aku memasuki rumah. “dari rumah teman, bosan dirumah diomelin terus” jawabku dengan ketus dan lalu masuk kamar.
Keesokan harinya
Hujan rintik-rintik beberapa teman memilih berhenti dan berteduh, tapi jam dua nanti aku ada janji ama tante susi salon langgananku untuk mencoba model rambut kriting gaya baru, jadi aku tancap aja gas motor mio baruku, namun sesampai ditikungan jalan licin tak dapat aku kuasai akhirnya “brakk” motorku terguling dan aku terjatuh beberapa meter lalu kemudian aku tak sadarkan diri.
Perlahan aku buka mataku meski sedikit pusing aku bisa melihat mama sedang berbincang bincang dengan dokter “ya ampun aku dirumah sakit..tempat yang sangat aku benci” gerutuku dalam hati. Dengan samar aku melihat mama melangkah kearahku, aku berusaha menutup mataku berharap mama mengira aku belum sadar sebab aku belum siap menerima omelan mama. Aku bisa rasakan mama duduk disebelahku dengan mata sedikit ku buka aku bisa melihat mama begitu dalam menatapku, diusapnya kening dan rambutku dan…dan aku lihat mama meneteskan air mata.
“ Tania…, maafkan mama, mama tak bisa memberikan semua waktu mama untuk menjagamu, maafkan mama karena pandangan mama tak selalu tertuju padamu, maafkan mama sayang karena mama tak mampu menjadi peri yang selalu menemani dimanapun kau melangkah, maafkan mama yang egois dan tak mengerti bahasamu, Tania sayang sesunggunya mama sangatlah menyayangimu, namun mama terlalu bodoh sehingga tak mengerti bagaimana cara menyampaikannya padamu, sayang…bangunlah…karena mama bukanlah “ibu” tanpa kau anakku…dan maafkan lah mama…”. Dengan lirih aku dengar suara mama yang seolah pisau menyayat-yayat sanubariku lalu ia mengecup keningku, dan kemudian bangkit perlahan meninggalkan aku. “Ma….mama….” panggilku lirih. Mama langsung menghampiriku. Kupeluk mama, ku dekap mama. “Ma…maafkan Tania, selama ini Tania mengecewakan mama, Tania egois….” Jerit tangis lirihku tak mampu menahan perasaanku. “Sudalah Tania, kamu sedikit pun tak salah, mamalah yang salah karena mama tak memahamimu”. Jawab mama sambil mengusap air mataku. “Tania, salah ma…, tania tak mau mendengar nasehat mama, dan tania egois karena merasa benar sendiri…maafkan Tania ma” balasku dengan tangis yang semakin kencang. “Tania Janji akan membuat mama bahagia, membuat mama bangga memiliki Tania, Tania janji ma…” . “Amin.., semoga mama bisa membantu Tania menjadi anak mama yang membanggakan semua orang, sekarang kamu cepat sembuh ya..” “Terima kasih mama…terima kasih Tuhan telah menyadarkan aku dan telah memberiku mama yang luar biasa.”.
malam semakin larut, di kamar rumah sakit ini untuk yang pertama kalinya aku bisa memeluk mama dengan penuh kebanggaan. Terimakasih Tuhan….Terimakasih Mamaku tersayang.....
0 komentar